INFO NASIONAL - Sembari tersenyum kecil dan mata berbinar, Aisha Nisa Wardhana Putri cerita tentang pengalamannya. “Saya belajar banyak hal. Ternyata banyak sekali peluang di bidang animasi,” kata Aisha, Siswa SMK Raden Umar Said Kudus, kelas 10, yang rela pindah kota untuk bisa mencicipi pendidikan animasi di salah satu SMK binaan Djarum Foundation ini di sela-sela acara MARFEST.
Setiap murid, selama pelaksanaan MARFEST (Maret Festival), 12-14 Maret 2020, memilih untuk belajar dari tokoh dan praktisi dunia kreatif yang diundang.
Ada 12 tokoh, yaitu Aulia Marinto (VP Marketing Management IndiHome), Naya Anindita (Sutradara), Butet Kartaredjasa (Pekerja Seni), Bene Dion (Penulis Script), Daryl Wilson (CEO Kumata Studio), Chandra Endroputro (CEO Temotion-Tempo Animation) Aghi Narottama (Komposer Music Film), Mice Cartoon (Komikus) dan sederet nama lain di dunia seni dan kreatif seperti Mahesa Desaga, Eka Adrianie dan Mia Utari.
Penggagas Marfest, Ita Sembiring berkata, ”MARFEST salah satu tujuan pentingnya adalah menyiapkan anak-anak didik memasuki era revolusi industri 4.0 sedini mungkin. Ini juga salah satu bentuk penerapan merdeka belajar, karena anak bisa memilih mau masuk kelas inspiratif yang sesuai minatnya.”
Dengan adanya kegiatan ini, Ita merasa bahwa anak-anak bisa mendapatkan pengalaman langsung. “Sasaran penting lainnya, anak didik bisa mendapatkan ilmu bertahan hidup, yaitu tidak canggung dengan dunia kerja, lebih berkompeten dan paham harus berbuat apa ketika mereka sudah menyelesaikan studinya,” katanya.
Memberikan alternatif pilihan pada peserta didik diyakini sebagai bentuk merdeka belajar. Di SMK Raden Umar Said Kudus, penerapan konsep merdeka belajar dimulai pada tahun kedua hingga ketiga. “Tahun pertama siswa memperoleh pengetahuan umum tentang jurusannya. Konsep merdeka belajar ini nantinya akan meningkatkan semangat belajar dan kreativitas siswa karena sesuai passion-nya, “ tutur Program Associate Djarum Foundation, Galuh Paskamagma.
Gebrakan SMK Raden Umar Said Kudus ini disambut baik para profesional seni dan mereka yang bergerak di bidang industri kreatif. Di hari kedua MARFEST, Sabtu, 14 Maret 2020, kelas inspiratif diisi profesional bidang film dan animasi. Salah satunya Aghi Narottama, Komposer Musik Film.
“Salah satu kebutuhan terbesar adalah foley atau orang yang bertugas membuat suara-suara dalam sebuah film menjadi lebih detil. Suara langkah kaki misalnya,” ujar Aghi. Ada rata-rata 200 judul film keluar setiap tahunnya di Indonesia dan jumlah orang yang profesinya foley hanya satu orang.
Mahesa Desaga, sutradara juga mengungkapkan hal senada. Pada kelas yang berbeda, Mahesa menjelaskan di forum tanya jawab dengan siswa, ”Kekuatan indonesia ini ada dalam keragamannya. Ini membuat film di Indonesia bisa menjadi variatif. Namun, ini masih belum banyak digali.”
Daryl Wilson, CEO Kumata Studio mewanti-wanti perlunya kedisiplinan di sistem Merdeka Belajar. “Peserta didik yang memilih sesuai minat, pantasnya lebih disiplin. Jadi istilahnya bukan seniman, tetapi profesional kreatif. Di industri, ketepatan jadwal itu penting,” kata Daryl.
Revolusi industri 4.0 memang telah datang, mungkin lebih cepat dari jadwal. SMK Raden Umar Said Kudus yang fokus pada industri kreatif, bersama Djarum Foundation sedari dini berusaha mempersiapkan diri.
Harapannya, semangat ini menular. Tidak hanya Aisha di Kudus saja yang berbinar matanya, tetapi seluruh generasi muda di Indonesia menatap revolusi industri 4.0 dengan optimis. (*)
"topik" - Google Berita
March 16, 2020 at 05:48PM
https://ift.tt/2wWyDRE
MARFEST, Merdeka Memilih Topik Belajar - Nasional Tempo.co
"topik" - Google Berita
https://ift.tt/2kT8cXu
Bagikan Berita Ini
0 Response to "MARFEST, Merdeka Memilih Topik Belajar - Nasional Tempo.co"
Post a Comment